-->

Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Setiap wajib pajak harus memenuhi berbagai kewajiban yang perlu dilakukan dalam aspek perpajakan. Salah satunya adalah pengisian Surat Pemberitahuan atau SPT. Ketika terjadi kekeliruan dalam pengisian SPT atau ditemukannya data pajak yang tidak dilaporkan, maka Ditjen Pajak akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Berikut ini akan dibahas tentang Surat Ketetapan Pajak (SKT).


Pengertian Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, Pasal 1 nomor 15 Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Lalu berdasarkan keputusan Ditjen Pajak, pihak yang berkuasa mengeluarkan surat tersebut adalah Kantor Pajak Pratama (KPP) dan dikeluarkan berdasarkan proses pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak maupun penyidik pajak atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak.

Secara garis besar, SKP berfungsi sebagai sarana untuk:
👍menagih kekurangan pajak, 
👍mengembalikan jika ada kelebihan bayar pajak, 
👍memberitahukan jumlah pajak terutang, serta
👍mengenakan sanksi administrasi perpajakan.

Fungsi SKP ini terbagi sesuai jenisnya yang akan dibahas pada poin selanjutnya.

Surat ketetapan pajak (SKP) diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dengan ketentuan sebagai berikut.
  • Surat ketetapan pajak (SKP) untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.
  • Surat ketetapan pajak (SKP) untuk Masa Pajak diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Masa Pajak yang tercakup dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Surat ketetapan pajak (SKP) yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak harus dikirimkan kepada Wajib Pajak. Pengiriman surat ketetapan pajak (SKP) tersebut, dapat dilakukan dengan cara:
👉 Secara langsung;
👉 Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
👉 Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Jenis-Jenis Surat Ketetapan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan berbagai dasar hukum yang mengatur tentang ketetapan pajak. Dasar hukum tersebut nantinya harus dipahami oleh seluruh bagian Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), untuk memahami atas adanya kewajiban maupun hak Wajib Pajak. Kewajiban atau hak yang dimaksud disampaikan kepada Wajib Pajak dalam bentuk surat ketetapan pajak yang terdiri dari enam jenis sebagai berikut:
  • Surat Tagihan Pajak (STP)
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
  • Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
  • Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
  • Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Dari enam jenis surat tersebut, masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai tujuannya, berikut penjelasan lengkap yang perlu Anda ketahui.

A. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk menagih pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2000, surat tagihan pajak ini akan diterbitkan jika:
  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
  2. Terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung.
  3. Terkena sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
  4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya namun tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
  5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak namun membuat faktur pajak.
  6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat faktur pajak, atau membuat faktur pajak namun tidak tepat waktu, atau tidak mengisinya secara lengkap.
Jika wajib pajak mendapat surat tagihan karena alasan 1 dan 2, jumlah kekurangan pajak terutang yang tercantum dalam surat tersebut ditambah dengan bunga sebesar 2% sebulan untuk maksimal 24 bulan. Waktu tersebut terhitung sejak terutangnya pajak, atau bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai terbitnya surat tagihan pajak. Sedangkan, jika penerima surat tagihan pajak merupakan pengusaha (seperti yang disebutkan pada poin 4, 5, 6) akan dikenakan denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak.

B. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB adalah surat yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. Jenis surat ketetapan pajak ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, disebutkan bahwa Ditjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.

Dalam Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang 6/1983 itu pun dijelaskan sejumlah kondisi yang membuat Ditjen Pajak mengeluarkan SKPKB. Kondisi dimaksud adalah:
  1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang pajak dibayar.
  2. Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. Jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak, Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak (WP) pribadi paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak, sementara SPT PPh WP badan paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
  3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya dikenai tarif 0%.
  4. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tentang pembukuan atau Pasal 29 tentang pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
  5. Apabila kepada Wajib pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
Jika wajib pajak mendapat SKPKB dari Ditjen Pajak, maka biaya yang harus wajib pajak bayarkan tidak lah hanya jumlah kekurangan bayar pajak saja sebagaimana tertera dalam surat ketetapan yang diterbitkan. Melainkan wajib pajak harus membayar tambahan sanksi administrasi atau denda berupa bunga yang besarannya tergantung kasus kurang bayar pajak. Berikut ragam besaran sanksi untuk wajib pajak yang mendapat SKPKB:
  1. Tambahan bayar denda berupa bunga sebesar 2% dari nilai kekurangan pajak. Bunga ini akan dihitung berkali lipat setiap bulan dengan pengenaan sanksi maksimal terhitung 24 bulan sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak sampai diterbitkannya SKPKB. Denda sebesar 2% per bulan ini diberikan kepada wajib pajak yang ketahuan terutang pajak, belum bayar pajak atau tidak bayar pajak berdasarkan hasil pemeriksaan Ditjen Pajak atau keterangan pajak lainnya. Serta bagi wajib pajak yang mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan.
  2. Tambahan bayar denda berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang bayar dalam satu tahun pajak.
  3. Tambahan bayar denda berupa kenaikan sebesar 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, dipungut, disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.
  4. Tambahan bayar denda berupa kenaikan sebesar 100% dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Denda sebesar 50% dan 100% sebagaimana tertuang dalam poin 2, 3, dan 4 dikenakan kepada WP yang tidak menyampaikan surat pemberitahuan pajak sesuai tenggat waktu yang ditentukan, PPN dan PPnBM yang tidak seharusnya dikenai tarif 0%, serta WP yang tidak melakukan pembukuan atau belum diperiksa kepatuhannya oleh DJP.

C. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Menurut Pasal 15 ayat 1 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.

Dalam pengertian sederhana, SKPKBT merupakan koreksi atas SKP yang diterbitkan sebelumnya. Ketika wajib pajak telah melaporkan dan membayar pajak terutang sesuai dengan nominal yang tercantum dalam SKP, petugas pajak akan melakukan pemeriksaan kembali pada data baru tersebut. Jika masih ditemukan adanya pajak terutang yang kurang atau tidak dibayar oleh wajib pajak, Ditjen Pajak akan menerbitkan SKPKBT.

Dalam Pasal 13 UU KUP mengatur SKPKBT yang diterbitkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Jika SKPKBT yang ditetapkan ternyata lebih rendah dripada perhitungan yang sebenarnya.
  2. Terjadinya proses pengembalian pajak yang telah ditetapkan dalam SKPLB yang seharusnya tidak dilakukan.
  3. Terjadinya pajak terutang dalam surat ketetapan pajak nihil (SKPN) yang ditetapkan ternyata lebih rendah.
Penerbitan SKPKBT dilakukan jika ditemukan data baru (novum) atau data yang semula belum terungkap, sehingga dapat menyebabkan penambahan pajak yang terutang.
SKPKBT diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun, dengan jumlah pajak terutang yang harus dibayar ditambah 100% sebagai sanksi administrasi. Jika sudah melewati jangka waktu tersebut dan wajib pajak belum membayar kekurangan pajak, akan ada tambahan sanksi sebesar 48% dari jumlah pajak terutang yang harus dibayar.

D. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Secara sederhana, SKPLB diterbitkan karena wajib pajak lebih membayar pajak terutang dari yang seharusnya.

Dalam Pasal 17 Undang-Undang KUP mengatur tentang SKPLB yang diterbitkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Pada Pajak Penghasilan (PPh) jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
  2. Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
  3. Pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
Penerbitan surat ini dilakukan setelah dilakukannya pemeriksaan atas permohonan, paling lambat 12 bulan terhitung sejak surat permohonan diterima atau sesuai dengan keputusan Ditjen Pajak. Jika terlambat diterbitkan, wajib pajak berhak menerima imbalan bunga 2% sebulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.

E. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan setelah Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan Surat Pemberitahuan.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007, SKPN diterbitkan untuk:
  1. Pajak Penghasilan jika jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
  2. Pajak Pertambahan Nilai jika jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut;
  3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
F. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) merupakan surat yang diterbitkan oleh DJP dengan tujuan memberitahukan jumlah pajak yang terutang kepada Wajib Pajak terkait. SPPT atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang memegang peranan penting dalam PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Wajib Pajak yang ingin menjaga aset untuk kebutuhan bisnis wajib mengetahui tentang surat pemberitahuan yang satu ini karena salah apabila fungsi SPPT dianggap sebagai salah satu bukti penanda kepemilikan tanah atau bangunan selain IMB (Izin Memberikan Bangunan) dan sertifikat. Isi pemberitahuan dalam surat ini adalah berupa dokumen yang memuat jumlah atau besaran utang atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang wajib dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang ditetapkan. Dalam Pasal 10 Ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 1994 mengatur tentang SPPT terkait Pajak Bumi dan Bangunan.

Fungsi Penting SPPT bagi Wajib Pajak
  1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang meskipun tidak diartikan sebagai bukti hak dan kepemilikan suatu tanah atau bangunan namun memegang fungsi penting bagi Wajib Pajak saat proses mengumpulkan dokumen lengkap menjaga atau melindungi aset berharga.
  2. Sebagai salah satu elemen untuk menghindari tanah atau bangunan itu direbut hak miliknya atau terjadi penipuan.
  3. Sebagai surat yang menunjukkan besaran beban pajak yang dibayarkan kepada negara oleh pemiliknya terhadap objek pajak.
Penerbitan SPPT akan dilakukan berdasarkan pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang sudah disampaikan oleh Wajib Pajak, atau berdasarkan data objek pajak yang sudah tersimpan di Kantor Pelayanan PBB.

Contoh SPPT

Permohonan Pembetulan SKP
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan SKP jika terdapat kesalahan. Pembetulan itu sendiri terbatas pada kesalahan-kesalahan berikut:
  1. Kesalahan tulis pada nama, alamat, nomor pokok wajib pajak, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, masa pajak atau tahun pajak, dan tanggal jatuh tempo;
  2. kesalahan hitung yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan;
  3. kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak.

0 Response to "Surat Ketetapan Pajak (SKP)"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel