-->

Surat Pemberitahuan (SPT)

Seorang pemilik usaha atau bisnis sebagai Wajib Pajak (WP) tentunya berkewajiban untuk membayar pajak kepada negara. Namun, selain berkewajiban untuk membayar pajak, wajib pajak juga memiliki kewajiban untuk melaporkan pajak yang sudah dibayar. Instrumen yang digunakan untuk pelaporan pajak usaha adalah Surat Pemberitahuan atau biasa disingkat SPT.

Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT dapat berbentuk formulir kertas (hardcopy) atau dokumen elektronik (e-SPT atau e-Filing)

Surat Pemberitahuan merupakan instrumen yang memuat informasi seputar jumlah pajak terutang serta pelunasan pajak yang telah dilakukan dalam periode tertentu. Segala informasi yang termuat dalam Surat Pemberitahuan harus diungkapkan secara benar, lengkap, dan jelas.

Wajib Pajak sebagai pihak pelapor juga harus bertanggung jawab atas informasi yang termuat dalam Surat Pemberitahuan. Jika saja terdapat informasi yang tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan dari petugas pajak, Direktorat Jendral Pajak (DJP) sebagai penyelenggara kegiatan pajak dapat meminta keterangan dan pertanggungjawaban pada Wajib Pajak. Hal rini tentunya dapat berujung kepada sanksi atau denda yang seharusnya dapat Anda hindari jika Anda melaporkan Surat Pemberitahuan secara baik dan benar.

Melaporkan Surat Pemberitahuan adalah kewajiban bagi setiap wajib pajak baik orang pribadi maupun badan. 

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan pembayaran pajak dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Adapun infromasi yang dilaporkan tentang :
  1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
  2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
  3. harta dan kewajiban;
  4. penyetoran dari pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak.
Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), SPT berfungsi untuk mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
  1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
  2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.

Bagi pemotong atau pemungut pajak misalnya bendahara, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya kepada Negara dan pihak yang dipotong.

SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal WP Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi. Jika SPT ditandatangani oleh bukan WP, harus dilampiri Surat Kuasa Khusus. Penandatanganan SPT sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan cara :
  • tanda tangan biasa;
  • tanda tangan stempel; atau
  • tanda tangan elektronik atau digital (Sertifikat Elektronik, kode verifikasi yang dikirimkan oleh Ditjen Pajak, atau tanda tangan elektronik lainnya yang ditentukan Ditjen Pajak).
Tanda tangan stempel dan tanda tangan elektronik atau digital mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa.

Jenis-Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan dibagi menjadi dua formulir yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. Keduanya jelas memiliki fungsi dan format yang berbeda. Berikut penjelasan dari kedua Surat Pemberitahuan tersebut.

A. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa 
Surat Pemberitahuan Masa adalah formulir yang digunakan untuk pelaporan pajak dalam kurun waktu tertentu (biasanya bulanan). Surat Pemberitahuan Masa tersebut digunakan oleh WP untuk melaporkan tiap sembilan jenis pajak berikut ini:
👉 PPh Pasal 21/26
👉 PPh Pasal 22
👉 PPh Pasal 23/26
👉 PPh Pasal 25
👉 PPh Final (Pasal 4 Ayat 2)
👉 PPh pasal 15
👉 PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
👉 PPN Bagi Pemungut
👉 PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).

Masing-masing dari kesembilan Surat Pemberitahuan Masa tersebut tentunya memiliki format yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tarif dan objek pajak dari masing-masing jenis pajak yang dikenakan.

Mengacu pada peraturan yang dimuat dalam laman web Dirjen Pajak, terdapat tanggal batas waktu pembayaran/penyetoran pajak dan batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa. Jika tanggal jatuh tempo pelaporan pajak berada di hari libur atau tanggal merah, Anda dapat melaporkan Surat Pemberitahuan pada hari kerja berikutnya. Berikut batas waktu penyetoran dan pelaporan masing-masing jenis pajak dan Surat Pemberitahuan Masanya:

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 Ayat 2, PPh Pasal 15, PPh Pasal 21/26, dan PPh Pasal 23/26
Untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21/26 dan PPh Pasal 23/26, batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Khusus PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPN dan PPnBM bagi WP Kriteria Tertentu, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sesuai batas waktu per Surat Pemberitahuan Masa, sedangkan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah pada tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25
Pada PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP Orang Pribadi dan Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masanya adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) bagi WP Kriteria Tertentu (diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu pelaporan SPT Masa), batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir masa pajak terakhir. Sedangkan batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 22
Bagi PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM oleh Bea Cukai, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari setelah dipungut. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah pada hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan).

PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah memiliki batas waktu pembayaran/penyetoran pajak pada hari yang sama saat penyerahan barang dan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 14 bulan berikutnya.

Untuk PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum delivery order dibayar.

PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu memiliki batas waktu pembayaran/penyetoran pajak pada tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPN Dan PPnBM
Bagi PPN dan PPn BM bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. 

Untuk PPN dan PPn BM bagi Bendaharawan, batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 7 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 14 bulan berikutnya.

Bagi PPN dan PPn BM bagi Pemungut Non Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.

B. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah instrumen yang memiliki fungsi yang serupa dengan SPT Masa. Namun perbedaannya, SPT Tahunan wajib dilaporkan setiap tahun, atau pada akhir tahun pajak. Terdapat dua kategori SPT Tahunan, yaitu SPT Tahunan Orang Pribadi (OP) dan SPT Tahunan Badan.

Sementara SPT Tahunan Badan hanya menggunakan satu jenis formulir yaitu SPT Tahunan 1771, SPT Tahunan Orang Pribadi terbagi ke dalam tiga jenis formulir. Formulir tersebut adalah SPT Tahunan 1770, SPT 1770 S, dan SPT 1770 SS. Berikut perbedaan dari ketiga jenis formulir tersebut.

Pertama, Formulir SPT 1770 S. Formulir SPT jenis 1770 S adalah jenis SPT Tahunan khusus untuk pribadi yang memiliki penghasilan tahunan lebih dari Rp60 juta. Ada pun formulir jenis 1770 S ini digunakan untuk pegawai yang bekerja di dua atau lebih perusahaan dalam kurun waktu satu tahun. Artinya, meski penghasilan bruto sang pegawai di bawah Rp60 juta per tahun, pegawai yang bekerja di lebih dari dua perusahaan tetap melapor pajak dengan menggunakan formulir jenis ini. Formulir 1770 S terdiri dari dua lampiran yang harus diisi oleh wajib pajak dengan benar. Data-data yang harus diisikan seperti bukti potong, anggota keluarga, harga, data penghasilan, dan lain sebagainya.

Kedua, Formulir SPT 1770 SS. Formulir SPT 1770 SS adalah jenis SPT Tahunan untuk perseorangan atau wajib pajak dengan penghasilan tahunan kurang dari atau sama dengan Rp60 juta. Perbedaannya dengan formulir 1770 S, formulir jenis ini ditujukan untuk karyawan yang hanya bekerja pada satu perusahaan atau instansi dan sudah bekerja minimal satu tahun. Penggunaan formulir ini juga mencakup penghasilan tambahan diperoleh bukan dari pekerjaan sampingan, melainkan dari bunga koperasi atau bunga bank. Pengisian formulir cukup sederhana, yaitu dengan memindahkan semua data yang sudah tertulis pada formulir 1712 A1 atau A2.

Ketiga, Formulir SPT Jenis 1770, yaitu formulir yang digunakan oleh wajib pajak perseorangan dengan status pekerjaan sebagai pemilik bisnis atau pekerja yang memiliki keahlian tertentu dan tidak ada ikatan kerja. Contoh penggunaan formulir 1770 yaitu untuk profesi dokter, konsultan, penulis, atau notaris. Selain itu, penggunaan formulir ini juga ditujukan untuk perseorangan yang bekerja di lebih dari satu perusahaan atau instansi dengan PPh final, penghasilan dari dalam negeri (royalti, bunga, penghasilan dari perbedaan kurs mata uang), dan penghasilan yang diperoleh dari luar negeri.

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (OP) dan Badan

Untuk PPh WP OP, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP OP disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak. 

Bagi SPT Tahunan PPh WP Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP Badan disampaikan. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.ormulir tersebut secara manual ke KPP setempat. 

Denda atas Keterlambatan Pelaporan Pajak SPT

Denda atas keterlambatan lapor SPT diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Besaran denda untuk keterlambatan pelaporan SPT bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah sebagai berikut. 
  • Denda Rp 100.000 untuk wajib pajak pribadi (NPWP pribadi) 
  • Denda Rp 1.000.000 untuk wajib pajak badan 
  • Denda Rp 500.000 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 
  • Denda Rp 100.000 untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya 
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dilakukan terhadap:
  • Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia 
  • Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas 
  • Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia 
  • Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi 
  • Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan 
  • Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Cara Menyampaikan SPT Pajak

Wajib Pajak dapat melakukan pelaporan SPT baik secara manual maupun elektronik. Bagi yang lebih suka opsi manual, silahkan datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Disana akan diberi formulir SPT yang berisi beberapa kolom yang wajib diisi seperti identitas, aset, nilai harta, cantuman nominal pajak yang sudah dilaporkan, hingga pajak terutang. Setelah diisi, kemudian mengambil nomor antrean untuk menyerahkan berkas pada petugas KKP. Setelah berkas diserahkan, petugas akan memberikan bukti penyerahan SPT.

Jika tidak suka dengan antrean panjang di KPP, opsi pelaporan secara online melalui e-Filling. Dengan bermodal komputer atau smartphone serta koneksi internet yang stabil, Anda dapat melaporkan SPT melalui DJP Online atau mitra resmi Ditjen Pajak.

Bila dilihat dari sisi kelebihan, lapor pajak online dianggap lebih aman dan menguntungkan. Salah satu alasannya, karena aplikasi pajak online didukung oleh keberadaan EFIN atau Electronic Filing Identification Number (EFIN). Dengan EFIN, transaksi perpajakan secara online, baik itu yang dilakukan melalui situs DJP Online maupun ASP perpajakan, akan terenkripsi dengan aman dan rahasia.

0 Response to "Surat Pemberitahuan (SPT)"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel