-->

Perhitungan PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya. Setelah mengetahui dan memahami tentang pengertian PPh Pasal 21, objek dan subjek pajaknya serta bagaimana komponen dan tarif dalam perhitungan PPh Pasal 21, berikut ini akan dibahas beberapa contoh perhitungan PPh Pasal 21.

Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap
Sebelum menghitung PPh 21 untuk karyawan atau pegawai tetap, ada baiknya untuk memahami pengertiannya. Karyawan atau pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.

Berikut ini adalah contoh-contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan atau pegawai tetap dengan memperhitungkan PTKP.

Agus pada tahun 2019 bekerja pada perusahaan PT. Sentana dengan memperoleh gaji sebulan Rp5.800.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Agus menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Agus dari PT. Sentana hanya dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut.



Contoh di atas  berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar:
120% x Rp21.750,00= Rp26.100,00.

Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap yang Mendapatkan Uang Lembur
Roby adalah seorang karyawan dengan status menikah dan memiliki empat orang anak, bekerja pada PT. Semanggi dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.200.000,00. Roby membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp50.000,00 sebulan. Pada bulan Juli 2019 selain menerima pembayaran gaji Roby juga menerima pembayaran atas lembur (overtime) sebesar Rp2.700.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2019 adalah sebagai berikut.



Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap yang Mendapatkan Uang Lembur dan Premi Asuransi Jiwa
Lestari karyawati dengan status menikah dan mempunyai tiga anak bekerja pada PT. Mayapada. Suami dari Lestari merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Lestari menerima gaji Rp6.000.000,00 sebulan. PT Mayapada mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp60.000,00 sebulan. Lestari juga membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00 sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Lestari membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 2019 disamping menerima pembayaran gaji Lestari juga menerima uang lembur (overtime) sebesar Rp2.500.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2019 adalah sebagai berikut.


Catatan:
Karena suami Lestari menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Lestari adalah PTKP untuk dirinya sendiri.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap yang Mendapatkan Gaji Mingguan
Bisma, belum menikah, pada tahun 2019 bekerja sebagai pegawai tetap pada Perusahaan PT. Gemilang menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp 2.100.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 minggu pertama bulan Agustus 2019 apabila dalam minggu tersebut hanya menerima penghasilan berupa gaji saja adalah:



Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap yang Mendapatkan Upah Harian
Bagus pada tahun 2019 bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan PT. Wijaya dengan memperoleh gaji yang dibayar harian sebesar Rp 350.000,00. Bagus kawin dan mempunyai satu orang anak. PT. Wijaya masuk program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing­ masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT. Wijaya membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji dan Bagus membayar iuran pensiun Rp35.000,00 dan Jaminan Harl Tua sebesar 2,00% dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh Bagus adalah:



Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap yang Mendapatkan Bonus
Tina (belum menikah) bekerja pada PT. Mustika dengan memperoleh gaji sebesar Rp5.400.000,00 sebulan. Pada bulan Maret 2019 Tina memperoleh bonus sebesar Rp7.000.000,00, sehingga pada bulan Maret 2019 Tina memperoleh penghasilan berupa gaji sebesar Rp5.400.000,00 dan bonus sebesar Rp 7.000.000,00. Setiap bulannya Tina membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp80.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh Tina adalah:



Penghitungan Pph Pasal 21 Untuk Pegawai Tidak Tetap Atau Tenaga Kerja Lepas
Pegawai Tidak Tetap / Tenaga Kerja Lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. 

Berikut ini Petunjuk Umum untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan:
  • Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari: upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.
  • Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp450.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong
  • Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp450.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5%
  • Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan kurang dari Rp10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
  • Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Caton Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan ketentuannya adalah:

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) PPh atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Penerima Upah Harian
Contoh 1 - PPh atas Upah harian belum melebihi Rp 450.000
Bambang dengan status belum menikah pada bulan Januari 2019 bekerja sebagai buruh harian PT Karya Mandiri Utama. la bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000,00. Perhitungan PPh atas upah harian yang diterima Bambang adalah:

Hitung terlebih dahulu upah kumulatif selama 10 hari:
10 x Rp 450.000 = Rp 4.500.000
Karena sampai hari ke 10 upah kumulatif Bambang belum melebihi Rp 4.500.000 maka Bambang tidak dikenakan PPh Pasal 21.

Contoh 2 - PPh atas Upah harian kumulatif telah melebihi Rp 4.500.000
Bambang dengan status belum menikah pada bulan Januari 2019 bekerja sebagai buruh harian PT Karya Mandiri Utama. la bekerja selama 12 hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000,00. Perhitungan PPh atas upah harian yang diterima Bambang adalah:

Hitung terlebih dahulu upah kumulatif selama 12 hari:
12 x Rp 450.000 = Rp 5.400.000
Karena sampai hari ke 12 upah kumulatif Bambang sudah melebihi Rp 4.500.000, maka perhitungan pajak atas upah hariannya adalah:

Perhitungan PPh untuk upah yang diterima di hari ke 11:


Jadi berdasarkan perhitungan di atas, pada hari ke 11 dilakukan pemotongan PPh untuk 11 hari karena pada 10 hari sebelumnya tidak dilakukan pemotongan PPh dengan alasan upah kumulatif belum melebihi Rp 4.500.000. Sedangkan untuk perhitungan PPh berikutnya di hari ke 12 cukup dilakukan pemotongan PPh harian, seperti perhitungan berikut ini. 

Perhitungan PPh untuk upah yang diterima di hari ke 12:


Contoh 3 - PPh atas Upah harian telah melebihi Rp 450.000
Anton  (belum menikah) pada bulan Maret 2019 bekerja pada perusahaan PT Tri Jaya , menerima upah sebesar Rp650.000,00 per hari. Perhitungan PPh atas upah harian yang diterima Bambang adalah:

Perhitungan PPh atas upah harian hari ke 1 sampai dengan ke 6:



Jadi upah harian yang diterima Anton pada hari ke 1 sampai dengan ke 6 adalah:
Rp 650.000 - Rp 10.000 = Rp 640.000

Pada perhitungan di atas tidak diperhitungkan PTKP harian karena upah Anton selama 6 hari jika diakumulasikan belum mencapai Rp 4.500.000 atau baru mencapai Rp 3.900.000 diperoleh dari 6 x Rp 650.000.

Kemudian pada hari ke 7, ternyata jika diakumulasikan upah Anton telah melebihi Rp 4.500.000 yaitu sebesar Rp 4.550.000 (7 x Rp 650.000). Sehingga perhitungan PPh atas upah yang diterima Anton pada hari ke 7 adalah:



Kemudian untuk hari ke-8 dan seterusnya pada bulan kalender yang bersangkutan, jumlah PPh yang dipotong adalah sebagai berikut.


Contoh 4 - PPh atas Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan
Miko (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp125.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV. Jumlah PPh yang dipotong adalah sebagai berikut.


Sehingga upah bersih yang terima Miko selama seminggu adalah:
Rp 3.000.000 - Rp 15.000 = Rp 2.985.000


Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Bukan Pegawai

Penerima penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap /Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. Penghasilan yang diterima Bukan Pegawai bisa bersifat berkesinambungan maupun tidak berkesinambungan.

Ketentuan untuk pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang bersifat berkesinambungan adalah sebagai berikut.
  • Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
  • Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.

Ketentuan untuk pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, atas Imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan adalah :

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto 

Salah satu contoh bukan pegawai adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi basil oleh rumah sakit dan/ atau klinik

Dalam hal bukan pegawai memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 (pemotong maksudnya perusahaan pengguna jasa):
  • mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
  • melakukan penyerahan material atau barang, maka besamya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/ perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan penyerahan material atau barang.

Contoh Perhitungan PPh Bukan Pegawai dengan penghasilan berkesinambungan dan memiliki lebih dari satu sumber penghasilan.

dr. Saputra, Sp.OG (memiliki NPWP) merupakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang melakukan praktik di Rumah Sakit Kasih Bunda dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Saputra, Sp.OG pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Kasih Bunda, dr. Saputra, Sp.OG juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya. Berikut ini adalah penghasilan bulanan yang diterima dr. Saputra, Sp.OG selama Tahun 2019 serta perhitungan PPh Pasal 21 yang dipotong.


Jadi berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan karena wajib pajak yang bersangkutan memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.

Contoh Perhitungan PPh Bukan Pegawai dengan penghasilan berkesinambungan dan hanya memiliki satu sumber penghasilan.

Intan adalah petugas dinas luar asuransi dari PT Jiwalife. Suami Intan telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan mempunyai NPWP, dan yang bersangkutan bekerja pada PT. Jayaraya. Intan telah menyampaikan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga kepada pemotong pajak. Intan hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar asuransi, dan telah menyampaikan surat pernyataan yang menerangkan hal tersebut kepada PT Jiwalife. Pada tahun 2019, penghasilan yang diterima oleh Intan sebagai petugas dinas luar asuransi dari PT Jiwalife serta perhitungan PPh Pasal 21 yang dipotong adalah sebagai berikut.

Apabila Intan tidak dapat menunjukkan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga dan Intan sendiri tidak memiliki NPWP, maka perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana contoh tersebut namun tidak memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jumlah PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang dari yang memiliki NPWP.

Perhitungan PPh Bukan Pegawai dengan penghasilan tidak bersifat berkesinambungan.

Contoh 1
Luki melakukan jasa perbaikan AC kepada PT. Abadi dengan fee Rp 7.500.000, maka besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan yang diterima Luki adalah:
5% x (50% x Rp 7.500.000) = Rp 187.500

Contoh 2
Cipta Simbolon seorang pengacara mendapatkan fee dari PT. Harmoni atas jasanya dalam menyelesaikan kasus dengan nominal Rp 450.000.000. Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima pengacara Cipta Simbolon adalah sebagai berikut.


Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.

Penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan sebagai penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada orang pribacli sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

Contoh Penghitungan
Rony Bintang adalah seorang atlet tenis lapangan profesional Indonesia yang bertempat tinggal di Surabaya. la menjuarai turnamen Indonesia Open 2019 dan memperoleh hadiah sebesar Rp 210.000.000,00. Perhitungan PPh Pasal 21 atas hadiah yang diterima Rony adalah sebagai berikut.

0 Response to "Perhitungan PPh Pasal 21"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel