-->

Mengenal Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pajak merupakan bagian dari hak dan kewajiban hidup sebagai warga negara di Indonesia. Ada berbagai jenis pajak seperti misalnya pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bea materai (BM), pajak bumi dan bangunan (PBB). PPh atau pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. PPh ini sendiri memiliki banyak jenisnya. Berikut ini akan dibahas tentang PPh Pasal 21.


Pengertian Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21)
PPh 21 adalah pemotongan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya. 

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015, PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.

Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan pajak yang digunakan pada sistem penggajian suatu perusahaan. Namun, sebenarnya PPh 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya.

Perlakuan atas PPh 21 sangat bervariasi tergantung pada jenis penghasilannya. Ada berbagai kategori jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21, seperti:
  • Penghasilan bagi Pegawai Tetap
  • Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap
  • Penghasilan bagi Bukan Pegawai
  • Penghasilan yang dikenakan PPh 21 Final
  • Penghasilan Lainnya

Undang-Undang PPh 21
Regulasi atau ketentuan hukum yang berlaku untuk PPh 21 dengan mengacu pada aturan-aturan yang terkait sebagai berikut:
  • Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sampai Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan Orang Pribadi.
  • Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan Orang Pribadi.
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016 tentang penetapan bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan menimbang Pajak Penghasilan.
  • Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.

Peserta Wajib Pajak PPh 21
Wajib pajak adalah orang (atau disebut peserta) yang dikenai pajak atas penghasilannya. Peserta wajib pajak ini terbagi menjadi beberapa kategori menurut PER-32/PJ/2015 Pasal 3, yaitu:
  • Pegawai atau karyawan.
  • Penerima uang pesangon, pensiun (atau uang manfaat pensiun), tunjangan hari tua (atau jaminan hari tua), termasuk ahli waris yang juga merupakan wajib pajak PPh 21.
  • Bukan pegawai (freelancer atau pekerja lepas) yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
  2. Seniman, seperti pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan atau peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan semacamnya.
  3. Olahragawan.
  4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
  5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
  6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasi, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
  7. Agen iklan.
  8. Pengawas atau pengelola proyek.
  9. Pembawa pesanan atau yang menjadi perantara.
  10. Petugas penjaja barang dagangan.
  11. Petugas dinas luar asuransi.
  12. Distributor perusahaan MLM (Multi Level Marketing) atau direct selling, dan kegiatan sejenis lainnya.
  • Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap di perusahaan yang sama.
  • Mantan pegawai.
  • Peserta kegiatan yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaan dalam suatu kegiatan, meliputi:
  1. Peserta perlombaan di segala bidang, seperti perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lain.
  2. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, dan kunjungan kerja.
  3. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.
  4. Peserta pendidikan dan pelatihan.
  5. Peserta kegiatan lainnya.

Objek Pajak PPh Pasal 21
A. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur. 
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
  • Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
  • Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
  • Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
  • Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

B. Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
  • Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
  • Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan.
  • Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau Badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
  • Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari Badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Komponen Perhitungan PPh 21
Adapun komponen-komponen yang harus diikutsertakan dalam perhitungan PPh 21, seperti:

a. Penghasilan bruto
Penghasilan bruto atau penghasilan kotor adalah jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Unsur-unsur penambah penghasilan yang termasuk dalam penghasilan bruto, adalah Penghasilan Rutin berupa :
  • Gaji Pokok, yaitu gaji dasar yang ditetapkan untuk melaksanakan satu jabatan atau pekerjaan tertentu pada golongan pangkat dan waktu tertentu. 
  • Tunjangan, yaitu penghasilan tambahan di luar gaji pokok yang berkaitan dalam pelaksanaan tugas dan sebagai insentif. Misalnya adalah tunjangan jabatan, tunjangan transportasi, tunjangan makan, dll.

b. Penghasilan tidak rutin
Penghasilan tidak rutin adalah upah atau gaji yang diterima secara tidak teratur oleh seorang pegawai atau penerima penghasilan lainnya, seperti:
  • Bonus, yaitu tambahan penghasilan di luar gaji kepada pegawai atau dividen tambahan kepada pemegang saham.
  • Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR), yaitu pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan dengan perhitungan proposional dan dibayarkan menjelang hari raya keagamaan. 
  • Upah lembur, yaitu tambahan upah yang dibayarkan perusahaan karena pekerja melakukan perpanjangan jam kerja dari jam kerja normal yang telah ditentukan

c. Iuran BPJS atau premi asuransi pegawai yang dibayar perusahaan
BPJS adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Setiap warga negara Indonesia dan asing yang telah tinggal di Indonesia selama lebih dari 6 bulan wajib menjadi anggota BPJS.

Iuran BPJS dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja dengan persentase iuran dari gaji atau upah (tidak dijelaskan dalam peraturan bahwa apakah gaji ini merupakan gaji pokok, gaji bruto, gaji bersih, dsb) yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.


d. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah sebuah kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja terhitung mulai berangkat kerja sampai tiba kembali di rumah, atau menderita penyakit lain yang berkaitan dengan pekerjaan.

Iuran JKK ini dibayarkan sepenuhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran JKK dikelompokkan berdasarkan jenis usaha dan tingkat risikonya.
  • Kelompok I : premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.
  • Kelompok II : premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.
  • Kelompok III : premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.
  • Kelompok IV : premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.
  • Kelompok V : premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
e. Jaminan Kematian (JK)
Jaminan ini diperuntukkan bagi ahli waris dari anggota program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Dalam hal ini, kamu wajib menanggung iuran program Jaminan Kematian (JK) sebesar 0,3% dari gaji bulanan yang kamu peroleh.

f. Jaminan Kesehatan
Terhitung sejak Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan yaitu sebesar 5% dari gaji bulanan (gaji pokok dan tunjangan tetap). Di mana 4% dibayar oleh perusahaan (pemberi kerja) dan 1% dibayar oleh pegawai.

Batas tertinggi gaji bulanan yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran jaminan kesehatan adalah dua kali PTKP dengan status kawin dan memiliki 1 anak. Untuk keluarga lainnya, yaitu terdiri dari anak keempat dan seterusnya, serta orangtua dan mertua, besar iurannya yaitu 1% per orang (dipotong dari gaji bulanan).

g. Tunjangan PPh 21 (jika ada)
Bagi perusahaan yang memberi tunjangan PPh 21 kepada para pegawainya (penuh atau sebagian), maka jumlah tunjangan PPh 21 ini dijadikan komponen tambahan dari penghasilan bruto. Sementara untuk metode perhitungan gaji bagi pegawai yang menerima tunjangan PPh 21 adalah metode gaji bersih.

h. Tunjangan BPJS (jika ada)
Bagi perusahaan yang memberi tunjangan BPJS (JKK, JK, JP, atau Jkes) secara penuh, maka tunjangan BPJS ini dijadikan komponen tambahan dari penghasilan bruto. Metode perhitungannya juga menggunakan metode gaji bersih.

i. Pengurang penghasilan bruto
Biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto yaitu:
  • Biaya Jabatan (staf hingga direktur) adalah biaya yang diasumsikan petugas perpajakan sebagai pengeluaran (biaya) selama setahun yang berhubungan dengan pekerjaan. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 menetapkan, biaya jabatan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto setahun dan setinggi-tingginya Rp 500.000 sebulan atau Rp 6 juta setahun. Dari staf biasa hingga direktur berhak mendapatkan pengurang penghasilan bruto ini.
  • Biaya Pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima penerima pensiun secara bulanan. Besarnya biaya pensiun yang ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000 per bulan atau Rp 2.400.000 per tahun.
  • Iuran BPJS yang dibayarkan pegawai. Dalam hal iuran BPJS yang persentasenya dibayarkan karyawan, maka komponen dimasukkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Iuran BPJS yang termasuk sebagai pengurang penghasilan bruto tersebut adalah:
  1. Jaminan Hari Tua (JHT), yaitu program ini ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Jumlah iuran program jaminan hari tua yang ditanggung perusahaan adalah 3,7%, sedangkan yang ditanggung pekerja adalah 2%. Premi JHT yang diberikan pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai komponen penambah penghasilan. Pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat karyawan menerima JHT. Sedangkan premi JHT yang dibayar sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto.
  2. Jaminan Pensiun (JP), yaitu jaminan sosial yang bertujuan memberikan derajat kehidupan yang layak bagi pesertanya dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun (JP) berlaku sejak Juli 2015. Iuran program JP adalah 3%, yang terdiri atas 2% iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.
  3. Jaminan Kesehatan (JKes). Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan yang dibayarkan pegawai adalah 1%.
j. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) diperoleh dari Penghasilan Kena Pajak (PKP) wajib pajak penerima penghasilan. Ini dia ketentuannya:
  • Penghasilan Kena Pajak (PKP) berlaku bagi:
  1. Pegawai tetap
  2. Penerima pensiun berkala
  3. Pegawai tidak tetap, yang penghasilannya dibayar setiap bulan (atau jumlah kumulatif penghasilan dalam satu bulan telah melebihi Rp4.500.000)
  4. Bukan pegawai, yang penghasilannya bersifat berkesinambungan (menurut PER-31/PJ/2009, berkesinambungan adalah imbalannya dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan).
  • Jumlah penghasilan lebih dari Rp450.000/hari. Ketentuan ini berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang memperoleh upah harian, mingguan, satuan, atau borongan. Sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000.
  • Pemotongan PPh 21 sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto. Ketentuan ini berlaku bagi bukan pegawai yang memperoleh penghasilan tidak bersifat berkesinambungan.

Rumus Perhitungan 

  • Penghasilan Kena Pajak (Bagi Pegawai)
PKP = Penghasilan Neto - Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru
  • Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
PKP = Penghasilan bruto - Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru
  • Bagi pegawai (dengan kondisi lainnya) sesuai peraturan tentang PPh Pasal 3
PKP = 50% x (Penghasilan bruto - Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru)
  • Bagi seseorang yang bukan pegawai
PKP = 50% x Penghasilan bruto

k. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Untuk penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat tidak final, maka kamu berhak atas pengurang penghasilan netto sejumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016, berikut ini adalah tarif PTKP terbaru yang perlu kamu ketahui.
  • Rp54.000.000/tahun atau Rp4.500.000/bulan untuk wajib pajak orang pribadi.
  • Rp4.500.000/tahun atau Rp375.000/bulan untuk wajib pajak yang sudah menikah.
  • Rp54.000.000/tahun atau Rp375.000/bulan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
  • Rp4.500.000/tahun atau Rp375.000/bulan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga).
Seorang wajib pajak tidak akan dikenai Pajak Penghasilan (PPh) apabila penghasilannya sama dengan Rp54.000.000 atau tidak lebih dari Rp54.000.000.

l. Tarif Progresif PPh 21
Pengenaan tarif PPh 21 sifatnya progresif, artinya semakin tinggi penghasilan yang kamu peroleh, maka pengenaan tarif pajaknya semakin tinggi. Berikut ini adalah tarif PPh 21 berdasarkan UU tentang PPh Pasal 17 ayat (1).
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000 akan dikenakan tarif 5%.
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000 – Rp 250.000.000 akan dikenakan tarif 15%.
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000 – Rp 500.000.000 akan dikenakan tarif 25%.
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000 akan dikenakan tarif 30%.
Adapun beberapa ketentuan tarif PPh bagi orang pribadi yang berpenghasilan namun belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yaitu:
  • Pengenaan tarif PPh lebih tinggi 20% daripada tarif PPh normal yang diberlakukan kepada wajib pajak yang memiliki NPWP.
  • Jumlah PPh 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) yaitu sebesar 120% dari total pajak terutang (jumlah PPh 21 yang seharusnya dipotong bagi yang memiliki NPWP. Pemotongan PPh ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh yang bersifat tidak final).

0 Response to "Mengenal Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel