-->

A. Pengelolaan Keuangan Desa

Istilah Desa tentu saja sudah tidak asing lagi bagi kita. Biasanya Desa dianggap sebagai lawan kata atau antonim dari Kota. Anggapan ini muncul karena kehidupan desa diangap berbanding terbalik dengan kota. Lalu apa yang dimaksud dengan Desa. 


Pengertian Desa
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Selain pengertian desa menurut UU No 6 Tahun 2014 ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa desa merupakan suatu wilayah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang rendah dan dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial yang bersifat homogen. Selain itu, penduduknya bermatapencaharian di bidang agraris serta mampu berinteraksi dengan

Desa telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah‐daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah‐daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah‐daerah itu akan mengingati hak‐hak asal usul daerah tersebut. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pengaturan desa, pemerintah telah menetapkan beberapa pengaturan tentang desa, diantaranya:
  • Undang‐Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah;
  • Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok‐Pokok Pemerintahan Daerah;
  • Undang‐Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok‐Pokok Pemerintahan Daerah;
  • Undang‐Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia;
  • Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok‐Pokok Pemerintahan di Daerah;
  • Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa;
  • Undang‐Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah:
  • Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan
  • Undang‐Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Undang Undang Desa disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, berupa pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sebagaimana tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan‐kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak‐hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang‐undang” dan ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa “Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang‐undang”.

Berdasarkan kedua pasal tersebut, asas rekognisi dan subsidiaritas disepakati bahwa dalam UU Desa sebagai asas nomor satu dan dua. Asas rekognisi yaitu pengakuan terhadap hak asal usul; sedangkan subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa. Azas ini memiliki konstruksi menggabungkan fungsi self‐governing community dengan local self government. Hal ini diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah desa, ditata sedemikian rupa menjadi desa dan desa adat. Desa dan desa adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan desa, pembangunan desa, serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah kabupaten/kota. Dalam posisi seperti ini, desa dan desa adat mendapat perlakuan yang sama dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.


Jenis‐Jenis Tipe/Kedudukan Desa
Perbedaan Desa dengan Kelurahan
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan. Adapun perbedaan Desa dan Kelurahan secara prinsip menurut Undang-Undang adalah sebagai berikut.

👍 Perbedaan Sebutan untuk Pemimpin 
Seperti telah disinggung di atas bahwa perbedaan mendasar yang menjadi ciri desa dan kelurahan terletak pada sebutan untuk pemimpin wilayahnya. Desa dipimpin oleh kepala desa sedangkan kelurahan dipimpin oleh seorang lurah. Meski memiliki sebutan yang berbeda, keduanya tetap mempunyai beberapa kesamaan fungsi.

👍 Perbedaan Status Kepegawaian 
Perbedaan desa dan kelurahan juga dapat dilihat dari status kepegawaian perangkat administratif yang mengatur jalannya pemerintahan. Kepala desa bersama staf yang memimpin desa bukanlah berstatus pegawai negeri (kecuali sekertaris desa), mereka umumnya bekerja secara swadaya, sedangkan lurah bersama stafnya umumnya adalah PNS yang digaji oleh APBD kabupaten kota.

👍 Proses Pengangkatan Pemimpin 
Proses pengangkatan pemimpin juga menjadi salah satu perbedaan desa dan kelurahan yang cukup mendasar. Di desa, pemimpin atau kepala desa ditunjuk melalui proses pemilihan yang dilakukan oleh setiap warga desa secara demokratis. Sedangkan di kelurahan, pemimpinnya ditunjuk langsung oleh walikota atau bupati.

👍 Perbedaan Masa Jabatan Pemimpin 
Karena ditunjuk oleh masyarakat, masa jabatan kepala desa berdasarkan undang-undang terbatas hanya dalam 2 periode yang masing-masing lamanya 5 tahun. Sedangkan lurah dapat memimpin wilayah kelurahan dalam masa yang tidak terbatas, tergantung dari keputusan bupati atau walikotanya. Terbatasnya masa kepemimpinan lurah hanya dibatasi oleh masa pensiunnya sebagai seorang pegawai negeri sipil, yakni sekitar usia 55 tahun.

👍 Perbedaan Sumber Dana Pembangunan 
Perbedaan desa dan kelurahan juga dapat ditilik dari asal atau sumber dana pembangunan yang digunakan. Desa, saat ini memperoleh sumber dana pembangunan dari APBN melalui adanya dana desa. Sedangkan kelurahan memperoleh dana pembangunan yang bersumber dari APBD kabupaten/kota masing-masing.

👍Perbedaan Badan Perwakilan 
Desa dan kelurahan juga menerapkan sistem perwakilan sebagai kontrol dari setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpinnya. Akan tetapi, sebutan untuk badan perwakilan masing-masing ternyata berbeda. Badan perwakilan di desa dinamai BPD (Badan Perwakilan Desa) sedangkan badan perwakilan di kelurahan dinamai DK (Dewan Kelurahan). Baik BPD maupun DK, keduanya memiliki anggota yang mewakili dusun atau RW.

👍 Perbedaan Sosiolog 
Kelurahan umumnya berada di wilayah perkotaan hingga wilayah sub-urban. Secara sosiologi, warga kelurahan umumnya tidak memiliki ikatan batin yang kuat satu sama lain. Beda halnya dengan warga di pedesaan. Prinsip gotong royong dan kebersamaan umumnya masih lekat dimiliki masyarakatnya.


Kewenangan Desa
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa memiliki Empat Jenis kewenangan, yaitu:
  • Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal-Usul;
  • Kewenangan Lokal Berskala Desa;
  • Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
  • Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal-Usul adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa desa atau prakarsa masyarakat desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat desa.

Kewenangan Lokal Berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang telah dijalankan oleh desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh desa atau yang muncul karena perkembangan desa dan prakasa masyarakat desa, antara lain tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, saluran irigasi, sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan belajar, serta perpustakaan desa, embung desa, dan jalan desa.

Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa dibiayai oleh APB Desa. Sedangkan kewenangan yang ditugaskan, dibiayai oleh pemerintah yang memberi penugasan.

Pengaturan kewenangan desa merujuk pada PP nomor 43 Tahun 2014 jo PP nomor 47 Tahun 2015 pasal 34 ayat 3 dan pasal 39 disebutkan berada pada Kemendagri. Regulasi turunannya adalah Permendagri nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa. Dengan regulasi ini, maka regulasi sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Desa PDTT nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa menjadi tidak berlaku lagi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kewenangan desa selanjutnya ditindak lanjuti oleh bupati/walikota yang akan menetapkan daftar kewenangan berdasarkan hak asal‐usul dan kewenangan lokal berskala desa. Selanjutnya, berdasarkan peraturan bupati/walikota tersebut, pemerintah desa menetapkan peraturan desa tentang kewenangan desa sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal desa yang bersangkutan.

Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan Undang-Undang Desa, Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan keuangan desa yang baik. Siklus pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban, dengan periodisasi 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.


Siklus Pengelolaan Keuangan Desa
Setiap tahapan proses pengelolaan keuangan desa tersebut memiliki aturan‐aturan yang harus dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan batasan waktu yang telah ditentukan.

Untuk memahami pengelolaan keuangan desa secara utuh, berikut disajikan gambaran umum pengelolaan keuangan desa dikaitkan dengan pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota, subjek pelaksananya di desa, struktur APB Desa, laporan dan lingkungan strategis berupa ketentuan yang mengaturnya.



Keuangan Desa dikelola berdasarkan praktik‐praktik pemerintahan yang baik. Asas‐asas Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, yaitu:
  • Transparan, yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas‐luasnya tentang keuangan desa. Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang‐undangan;
  • Akuntabel, yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggung‐jawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐ undangan;
  • Partisipatif, yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa;
  • Tertib dan disiplin anggaran, yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya.
Beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Keuangan Desa yaitu:
  • Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;
  • Pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APB Desa/Perubahan APB Desa;
  • Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APB Desa dan dilakukan melalui Rekening Kas Desa.

Susunan Organisasi dan Tata Kelola Desa
Ketentuan secara teknis mengenai SOTK Desa diatur dalam Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Desa dipimpin oleh seorang kepala desa (atau sebutan lainnya). Kepala desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat desa. Dalam menjalankan pemerintahan, kepala desa didukung sekretariat desa. Sekretariat desa dipimpin oleh sekretaris desa. Sekretaris desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh kepala urusan (kaur). Sesuai pasal 62 PP Nomor 43 Tahun 2014 jo PP 47 Tahun 2015 dinyatakan bahwa sekretaris desa dibantu paling banyak terdiri dari 3 (tiga) bidang urusan, yaitu Keuangan; Perencanaan; dan Tata Usaha dan Umum.

Secara umum, dikarenakan terbatasnya jumlah SDM maka kepala urusan keuangan dapat merangkap sebagai bendahara desa sedangkan kepala urusan umum merangkap sebagai pengurus kekayaan milik (aset) Desa.

Selain itu terdapat Pelaksana Wilayah dan Pelaksan Teknis. Pelaksana wilayah merupakan unsur pembantu kepala desa sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan desa. Contoh pelaksana wilayah di beberapa daerah diberi nama kepala dusun atau kepala jorong. Banyaknya jumlah kepala dusun disesuaikan dengan jumlah kewilayahan yang ada. Sedangkan, Pelaksana Teknis merupakan unsur pembantu kepala desa sebagai pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis sesuai PP Nomor 43 Tahun 2014 jo PP Nomor 47 Tahun 2015 pasal 64 paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi, yaitu Seksi Pemerintahan, Seksi Kesejahteraan dan Seksi Pelayanan.

Struktur Pengelolaan Keuangan Desa
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dipegang oleh Kepala Desa, namun demikian dalam pelaksanaannya, kekuasaan tersebut sebagian dikuasakan kepada perangkat desa sehingga pelaksanaan pengelolaan keuangan dilaksanakan secara bersama‐sama oleh Kepala Desa dan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Ilustrasi Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan disandingkan dengan SOTK pada pemerintah desa dapat digambarkan sebagai berikut.


Dalam siklus pengelolaan keuangan desa, tanggung jawab dan tugas dari Kepala Desa sebagian diserahkan kepada Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa. PTPKD terdiri dari Sekretaris Desa, Kepala Seksi dan Bendahara Desa. Uraian lebih lanjut kewenangan Kepala Desa dan PTPKD diuraikan sebagai berikut:

👍 Kepala Desa
Kepala Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Dalam hal ini, Kepala Desa memiliki kewenangan sebagai berikut.
  • Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa;
  • Menetapkan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);
  • Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
  • Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa;
  • Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APB Desa.
Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung tanggal pelantikan dan dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut‐turut atau tidak secara berturut‐turut. Dalam melaksanakan kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat desa.

👍 Sekretaris Desa
Sekretaris Desa selaku Koordinator PTPKD membantu Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dengan tugas:
  • Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APB Desa;
  • Menyusun rancangan peraturan desa mengenai APBDesa, perubahan APB Desa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa;
  • Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa;
  • Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa;
  • Melakukan verifikasi terhadap Rencana Anggaran Biaya (RAB), bukti‐ bukti penerimaan dan pengeluaran APB Desa (SPP). Sekretaris Desa mendapatkan pelimpahan kewenangan dari Kepala Desa dalam melaksanakan Pengelolaan Keuangan Desa, dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
👍 Kepala Seksi Kepala 
Seksi merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya. Sesuai pasal 64 PP Nomor 43 Tahun 2014 jo Nomor 47 Tahun 2015 serta Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang SOTK Pemerintahan Desa dinyatakan bahwa desa paling banyak terdiri dari 3 (tiga) seksi. Kepala Seksi mempunyai tugas:
  • Menyusun RAB kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya;
  • Melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan di dalam APB Desa;
  • Melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan;
  • Mengendalikan pelaksanaan dengan melakukan pencatatan dalam Buku Pembantu Kas Kegiatan;
  • Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa;
  • Mengajukan SPP dan melengkapinya dengan bukti‐bukti pendukung atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
👍 Bendahara Desa
Bendahara Desa merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang dijabat oleh kepala/staf urusan keuangan dan memiliki tugas untuk membantu Sekretaris Desa. Bendahara Desa mengelola keuangan desa yang meliputi penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran/pembiayaan dalam rangka pelaksanaan APB Desa. Penatausahaan dilakukan dengan menggunakan Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku Bank. Penatausahaan yang dilakukan antara lain meliputi, yaitu:
  • Menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar;
  • Memungut dan menyetorkan PPh dan pajak lainnya;
  • Melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib;
  • Mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.

Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa
1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Mengingat kedudukan, kewenangan dan keuangan desa yang semakin kuat, penyelenggaraan pemerintahan desa diharapkan lebih akuntabel yang didukung dengan sistem pengawasan dan keseimbangan antara pemerintah desa dan lembaga desa. Lembaga desa, khususnya Badan Permusyawaratan Desa yang dalam kedudukannya mempunyai fungsi penting dalam menyiapkan kebijakan pemerintahan desa bersama kepala desa. BPD harus mempunyai visi dan misi yang sama dengan Kepala Desa sehingga BPD tidak dapat menjatuhkan kepala desa yang dipilih secara demokratis oleh masyarakat desa. Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.

Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, pemerintah desa dan/atau Badan Permusyawaratan Desa memfasilitasi penyelenggaraan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan pemerintahan desa.

Fungsi Badan Permusyawaratan Desa adalah:
  • Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
  • Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan
  • Melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis yangmasa keanggotaannya selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. Anggota Badan Permusyawaratan Desa dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut‐turut atau tidak secara berturut‐turut. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam peraturan bupati/walikota.

2. Kelembagaan Masyarakat Desa
Di dalam UU Desa diatur mengenai kelembagaan desa. Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) antara lain Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD).

Lembaga Kemasyarakatan Desa merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa dan berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat desa serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan yang dibentuk atas prakarsa pemerintah desa dan masyarakat. Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa diatur dalam peraturan desa, dengan rincian tugas:
  • Melakukan pemberdayaan masyarakat desa;
  • Ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan
  • Meningkatkan pelayanan masyarakat desa.
Sedangkan fungsi yang dimiliki oleh LKD sebagai berikut:
  • Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
  • Menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat;
  • Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan pemerintah desa kepada masyarakat desa;
  • Menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif;
  • Menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong masyarakat;
  • Meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan
  • Meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 
Pembentukan lembaga kemasyarakatan desa diatur dengan peraturan desa. Pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga nonpemerintah dalam melaksanakan programnya di desa wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di desa.

0 Response to "A. Pengelolaan Keuangan Desa"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel